Kamu mungkin sudah sering mendengar istilah magang atau internship. Bagi mahasiswa atau fresh graduate, magang adalah pintu masuk menuju dunia kerja. Di sinilah mereka bisa merasakan atmosfer kantor, belajar keterampilan baru, sekaligus membangun portofolio yang kelak berguna saat melamar kerja.
Tapi, apa jadinya kalau program magang justru berubah menjadi “status kerja tanpa akhir”? Belakangan, publik sempat dikejutkan dengan kasus seorang pemagang yang bertahan hingga 9 tahun di sebuah perusahaan di Cikarang. Alih-alih belajar, pengalaman itu justru terasa seperti eksploitasi berkepanjangan.
Kasus ini memicu pertanyaan penting: bagaimana sebenarnya aturan magang di Indonesia? Dan apa yang perlu HRD perhatikan agar program magang tetap sehat, adil, dan bermanfaat?
Apa Itu Magang Menurut Hukum di Indonesia?
Kalau kita kembali ke regulasi, program magang sebenarnya sudah diatur dengan cukup jelas. Mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Permenaker No. 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri, ada beberapa poin penting:
- Durasi maksimal magang adalah 1 tahun. Jika mau diperpanjang, harus ada perjanjian baru.
- Jumlah pemagang dibatasi 30% dari total karyawan tetap.
- Hak pemagang meliputi uang saku, perlindungan asuransi kecelakaan kerja, dan sertifikat setelah selesai magang.
- Kewajiban perusahaan antara lain menyediakan pembimbing, kurikulum pelatihan, dan lingkungan kerja yang aman.
Jadi, dari aturan ini jelas terlihat bahwa pemagangan bukan “tenaga kerja murah”. Program ini adalah pembelajaran terstruktur yang tujuannya meningkatkan keterampilan calon pekerja.
Kesalahan Umum
Sayangnya, praktik di lapangan sering jauh dari ideal. Ada beberapa kesalahan yang kerap dilakukan perusahaan, baik karena kurang paham regulasi atau sekadar mencari cara memangkas biaya:
- Durasi terlalu panjang. Ada yang membiarkan pemagang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tanpa status jelas.
- Tidak ada kontrak resmi. Padahal perjanjian tertulis penting untuk melindungi kedua belah pihak.
- Mengabaikan hak dasar. Seperti uang saku, asuransi BPJS, atau pembimbing yang memadai.
- Pemagang dijadikan karyawan penuh. Alih-alih belajar, mereka justru mengerjakan tugas berat tanpa arahan jelas.
Kesalahan-kesalahan ini bukan hanya merugikan pemagang, tapi juga berisiko bagi reputasi perusahaan dan bisa berbuntut masalah hukum.
Bagaimana HRD Bisa Membuat Program Magang yang Sehat?
Magang yang baik harus memberi manfaat dua arah: pemagang mendapat pengalaman nyata, sementara perusahaan mendapat energi dan ide segar dari generasi baru. HRD punya peran besar untuk memastikan itu terjadi.
Beberapa hal yang bisa dilakukan:
- Susun perjanjian tertulis. Cantumkan hak, kewajiban, dan durasi dengan jelas.
- Rancang kurikulum magang. Jangan biarkan pemagang bingung; beri mereka mentor dan rencana pembelajaran.
- Berikan kompensasi wajar. Uang saku dan perlindungan BPJS adalah bentuk penghargaan terhadap kontribusi mereka.
- Batasi jumlah pemagang. Pastikan rasio sesuai aturan agar mereka tetap mendapat bimbingan yang layak.
- Evaluasi secara berkala. Lakukan penilaian agar program magang terus relevan dan bermanfaat.
Mengelola Magang Lebih Mudah dengan Teknologi
Bagi HRD, mengurus program magang bukan hal sepele. Bayangkan kalau ada belasan pemagang yang harus dicatat kontraknya, absensinya, hingga pemberian uang sakunya. Kalau masih dilakukan manual, wajar kalau banyak detail terlewat.
Di sinilah teknologi bisa jadi penyelamat. Dengan sistem HR dan payroll berbasis cloud seperti HRMLabs, HRD bisa:
- Mencatat masa magang dan kontrak secara otomatis.
- Mengatur absensi dan jadwal pemagang dengan mudah.
- Menyalurkan uang saku transparan dan tepat waktu.
- Menyimpan seluruh data pemagang dengan rapi dan aman.
Hasilnya? HRD tidak lagi repot dengan administrasi, dan bisa lebih fokus pada hal yang penting: membangun program kerja yang benar-benar berkualitas.
Penutup
Magang seharusnya jadi jalan belajar, bukan jebakan. HRD dan perusahaan punya tanggung jawab besar memastikan pemagangan sesuai aturan, transparan, dan adil bagi semua pihak.
Dengan dukungan sistem modern seperti HRMLabs, HRD bisa lebih tenang dalam mengelola administrasi sekaligus menjaga kualitas pengalaman pemagang. Win-win untuk perusahaan, win-win juga untuk generasi muda yang sedang belajar.
